Sejarah Ibu Kota Negara Indonesia di mulai dari pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945. Karena pelaksanaannya di Jakarta, secara de facto kota tersebut menyandang status pusat pemerintahan.
Menariknya, Kota Jakarta bukan satu-satunya, ada beberapa kota pernah menyandang status demikian. Hal tersebut terjadi karena sebuah peristiwa yaitu agresi militer Belanda baik pertama sampai kedua.
Perjalanan Sejarah Ibu Kota Negara
Setelah mengumumkan kemerdekaannya, kemudian Jepang pergi dari Indonesia. Pada tahun 1946, Belanda kembali datang ke NKRI untuk melanjutkan kembali masa penjajahannya dan mengambil beberapa aset yang masih tertinggal.
Dari sinilah keadaan genting terjadi, membuat pemerintah bergerak cepat untuk memindahkan pusat pemerintahannya ke berbagai kota. Ada dimana saja dan kenapa, berikut penjelasannya secara singkat
1. Daerah Istimewa Yogyakarta
Sejarah Ibu Kota Negara Indonesia pada 4 Januari 1946, harus berpindah dari Jakarta menuju ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut terjadi akibat Belanda mulai menduduki kota tersebut dan situasi genting.
Maka dari itu pada 1 Januari 1946, Presiden Soekarno mengadakan rapat yang isinya memindahkan pusat pemerintahan ke DIY. Ada beberapa alasan mengapa harus pindah sangat jauh dan berlangsung tengah malam.
- DIY merupakan kawasan kerajaan Mataram yang lokasinya jauh dari Jakarta dan sulit dijangkau oleh Belanda. Selain itu, pemerintah juga mendapatkan dukungan penuh dari rakyat sekaligus Keraton.
- Bila melihat letak lokasinya yang berada di pedalaman Jawa, membuat mobilisasi pasukan hingga logistik untuk menghadapi penjajah akan lebih mudah
- Secara simbolis, Yogyakarta merupakan kota budaya dan pendidikan, terlebih dengan catatan sebagai pecahan kerajaan Mataram yang sangat terkenal, sehingga mampu meningkatkan nasionalisme serta persatuan.
- Sejarah ibu kota negara yang pindah ke Jogja merupakan keputusan tepat karena infrastruktur di sini, lebih memadai dan bagus dibandingkan kawasan lain.
Inilah yang jadi alasan mengapa di Kota Yogyakarta sendiri terdapat bangunan istana negara. Dengan bentuk serta struktur hampir mirip dengan jakarta, menariknya status tersebut tidak berjalan lama.
2. Bukittinggi
Sejarah ibu kota negara kembali tercatat, di mana banyak yang sedikit melupakan bahwa Indonesia pernah memindahkan pusat pemerintahannya ke kawasan Bukittinggi. Alasannya tidak lain adalah agresi militer Belanda.
Belanda terus melancarkan serangannya, dan pada agresi yang kedua, mereka mencoba menyerang seluruh kawasan Indonesia termasuk Yogyakarta. Bahkan, Soekarno dan Hatta sempat ditangkap sekaligus diasingkan.
Melihat kondisi genting semacam ini akhirnya, Soekarno menunjuk Menteri Syafruddin Prawiranegara, untuk menjalankan strategi pemerintahan darurat. Salah satu keputusannya terjadi pada 19 Desember 1948, yaitu memindahkan pusat pemerintahan.
Dari awalnya Yogyakarta menuju ke kawasan Bukit Tinggi. Karena pada saat itu, Syafruddin Prawiranegara sedang berada di lokasi tersebut. Kondisi ini cukup efektif dan memang menjadi pilihan tepat.
Selain itu, masyarakat Sumatera Barat juga memberikan dukungan penuh. Terlebih fasilitas seperti bandara dan jalan raya sebagai penghubung ke kota lain juga sudah bagus, tidak heran kota ini jadi pilihan.
Alasan terakhirnya mengapa sejarah Ibu Kota Negara Indonesia harus dipindahkan ke Bukittinggi adalah faktor keamanan. Lokasinya sendiri berupa pegunungan sekaligus bukit, pasti sulit untuk menyerang, sehingga dianggap aman.
3.Bireuen
Ada hal menarik dan masih menjadi perdebatan para pakar sejarah mengenai status Bireuen. Sebelum memindahkan ke Bukit Tinggi, Presiden Soekarno memang diasingkan ke kawasan ini, bahkan sempat menjalankan pemerintahan.
Hanya saja, tidak lebih dari satu minggu. Inilah yang masih diperdebatkan, apakah waktu sekian cukup bagi sebuah kota mendapatkan pengakuan pernah jadi ibu kota? Karena belum tentu semua fungsinya berjalan.
Maka dari itu, dalam catatan sejarah Ibu Kota Negara Indonesia, Bireuen tidak masuk dalam daftar. Hanya Bukittinggi saja mendapatkan pengakuan tersebut akibat Soekarno menjalankan strategi pemerintahan darurat.
4.Kembali ke DIY dan Jakarta
Pada 27 Juni 1949, ketika melalui pertarungan sangat sulit dan sengit, akhirnya Yogyakarta bisa kembali direbut. Setelah itu, pusat pemerintahan dari Bukittinggi dikembalikan lagi ke DIY.
Dari sini terbentuk momen Republik Indonesia Serikat, hal tersebut tercantum dalam konferensi meja bundar yang menjadi penanda berakhirnya Agresi MIliter Belanda di Indonesia dan mereka mengakui kemerdekaan NKRI sepenuhnya.
Pada 17 Agustus 1950, Indonesia mengembalikan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Hal ini disebabkan, masih ada sisa pemberontakan pasukan Belanda serta beberapa golongan anti pemerintah, sehingga dianggap rawan.
Selain itu, dari segi fasilitas dan infrastruktur, Jakarta lebih layak serta bagus. Dari sisi perekonomian, kota ini memang sudah lama jadi pusat perdagangan, sehingga pengelolaan akan lebih mudah.
5.Nusantara
Sekali lagi, pusat pemerintahan akan berpindah kota, direncanakan di kawasan IKN yang lokasi berada di Kabupaten Penajam Paser Utara. Kondisi Jakarta saat ini memang cukup mengkhawatirkan sekaligus terlalu berat.
Dengan dipecahnya kawasan ini hanya sebagai pusat perekonomian, maka harapannya IKN dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan baik. Hal itu juga dipercaya mampu mengurangi kemacetan serta berbagai permasalahan.
Sejarah Ibu Kota Negara Indonesia memang cukup menarik disimak, mengalami beberapa kali pindah akibat kondisinya tidak kondusif, dan sekarang kembali berpindah secara bertahap dimulai dari tahun 2024 ini.